Sunday, August 23, 2015
Tjipta Lesmana: Kalla Minta Jokowi Pecat Rizal atau Mundur dan Gaduh Politik
Tjipta Lesmana ikut mengompori perseteruan Wapres Jusuf Kalla dengan Menko Maritim Rizal Ramli yang tengah memanas. Tjipta, pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) menyebut Wakil Presiden jusuf Kalla mengancam akan mundur jika Presiden Joko Widodo tidak mengganti Menteri Koordinator Bidang Maritim Rizal Ramli "JK mengancam (ke Jokowi) kalau Pak Rizal ini tidak dipecat, dia mau bercerai (mundur)," ujar Tjipta di Jakarta, Sabtu (22/8/2015), sebagaimana dilansir Kompas.com (22/8/2015).
Pernyataan Tjipta itu sontak membuat publik kaget. Benarkah demikian? Memang informasi yang diungkap Tjipta tersebut sampai saya tulis artikel ini belum mendapat konfirmasi dari pihak istana, baik Presiden atau Wakil Presiden. Namun, Tjipta mengaku tidak heran jika memang informasi itu benar adanya. Ini berarti juga Tjipta mendapat informasi bersifat A1 itu dari kalangan istana. Adalah naïf bagi seorang Tjipta jika mengobral pernyataan itu tanpa sumber-sumber yang dapat dipercaya.
Ada dua poin sangat penting dari pernyataan mengejutkan Tjipta itu. Pertama, Kalla meminta Jokowi untuk memecat Rizal. Kedua, Jika Jokowi tidak memecat Rizal, maka Kalla akan mengundurkan diri sebagai wakil Presiden. Kedua poin ini tentu saja menjadi buah simalakama bagi Jokowi. Namun untuk melihat kecenderungan keputusan Jokowi, perlu sedikit melihat ke belakang keberadaan Kalla sebagai Wapresnya Jokowi.
Selama sepuluh bulan menjadi Wapres Jokowi, peran Kalla memang tidak semenonjol perannya saat menjadi Wapres SBY tahun 2004-2009. Dari bulan Oktober 2014 sampai Agustus 2015 ini, peran populer Kalla terkesan hilang. Malahan Kalla hanya dikenal publik lewat perbedaan pendapatnya dengan Presiden Jokowi (catatan penulis sudah 11 beda pendapat Jokowi-JK).
Jokowi sendiri memang tidak memberi wewenang lebih kepada Wapres Jusuf Kalla selain yang diatur oleh Undang-undang. Malahan Jokowi cenderung mengebiri wewenang Jusuf Kalla dengan memasang Luhut Pandjaitan dan Andi Widjajanto di sekitar kekuasaannya (Ring 1). Jokowi paham bahwa Jusuf Kalla akan memanfaatkan kekuasaannya jika diberi wewenang lebih untuk kepentingan bisnisnya. Sejumlah perusahaan Kalla ikut juga bermain dalam Proyek listrik 35 ribu MW itu. Itu salah satu contohnya.
Ada sinyal sebelumnya bahwa hubungan antara Jokowi dengan Jusuf Kalla sudah semakin retak. Pertemuan ‘empat mata’ antara Jokowi dengan Jusuf Kalla menjelang reshuffle adalah hanya sebagai bumbu politik dan seremoni simbol Presiden dan Wakil Presiden di hadapan publik agar terkesan hubungan Jokowi-Kalla masih dalam tataran harmonis. Pada hal jauh di bawah permukaan, hubungan itu dapat diibaratkan sebagai hubungan yang bernada sumbang atau bagaikan kerikil di dalam sepatu. Terlalu banyak yang mengganjal.
Bukan tidak mungkin saat pertemuan ‘empat mata’ itu Kalla meminta Jokowi tidak mengangkat Rizal Ramli. Namun Jokowi bersih keras, demi menyelamatkan ekonomi dan kepentingan yang lebih besar, Rizal amat dibutuhkan sosoknya di dalam kabinet. Publik masih ingat bahwa hubungan Jusuf Kalla dengan Rizal Ramli dulunya dalam kabinet Gus Dur sama sekali tidak akur. Terbukti kemudian Kalla dipecat Gus Dur, sedangkan Rizal diberi wewenang lebih.
Lalu jika benar pernyataan Tjipta dan disebarluaskan oleh Kompas.com, maka ada beberapa alasan Kalla untuk mengancam Jokowi. Pertama, Kalla merasa semakin tidak jelas perannya sebagai Wapres Jokowi. Kedua, Rizal menjadi saingan baru Kalla bahkan menjadi duri dalam daging Kalla dalam pemerintahan Jokowi-JK. Ketiga, Kalla mungkin ingin beristirahat dalam politik yang terus gaduh mengingat umurnya sudah hampir 80 tahun, sedangkan perusahaannya sudah dialihkan kepada keluarganya. Jadi Kalla ingin menikmati masa tuanya tanpa diusik oleh kegaduhan politik. Selain itu, Kalla ingin memenuhi janjinya pulang kampung dan bekerja sebagai penjaga Mesjid.
Lalu jika benar Kalla meminta Jokowi memecat Rizal apakah Jokowi mengabulkannya? Jelas tidak. Jokowi mungkin akan membela Rizal demi kepentingan nasional. Bagi Jokowi, tidaklah cukup alasan memecat Rizal hanya karena Rizal menantang Kalla berdebat di muka umum tentang proyek listrik 35 ribu MW itu. Lagi pula apa yang salah dalam kritik Rizal itu? Sudah tentu jika Jokowi tidak tunduk pada kemauan Kalla, maka konsekuensinya Kalla mundur. Lalu apa yang terjadi jika Kalla benar-benar mundur sebagai Wapres Jokowi?
Pertama, jelas ada kegaduhan politik. Pelemahan Rupiah akan terus berlanjut dan bisa melebihi level Rp 15.000 per dollar AS. Pengunduran diri Kalla akan menggoncang pemerintahan Jokowi dan ekonomi Indonesia untuk sementara ikut tergoncang. Jokowi tentunya sedapat mungkin menahan Kalla. Namun jika Kalla ngotot mundur karena Jokowi tidak memecat Rizal, maka Jokowi lebih cenderung membiarkan Kalla mengundurkan diri. Toh perannya sudah tidak signifikan bagi Jokowi. Malah ketidakhadiran Kalla membuat rencana Jokowi semakin lancar.
Kedua, pengunduran diri Kalla sedikit membuat Presiden Jokowi goyah. Namun kegoyahan itu hanya sementara. Beberapa waktu lalu, Jokowi telah selesai melakukan konsolidasi politiknya. Jokowi telah berhasil membentuk poros kekuatan di belakangnya: Moeldoko, Gatot, Sutiyoso, Mulyono dan Luhut. Jadi tidak ada pihak yang berani mengambil alih kekuasaan dari tangan Jokowi baik dari KMP, KIH ataupun dari DPR yang akan mengadakan sidang istimewa MPR.
Ketiga, ada polemik siapa yang bakal menjadi wakil Jokowi. Namun bagi Presiden Jokowi sendiri, jika benar Kalla mundur, ia telah siap menunjuk wakilnya. Tentu saja dengan persetujuan PDIP dan tetap berdasar pada peraturan perundangan. Jokowi telah mempersiapkan Moeldoko sebagai wakil presiden yang baru. Moeldoko juga merupakan sosok yang disegani baik lawan maupun kawan. Dan yang paling penting adalah jika Moeldoko berhasil menjadi wakil presiden Jokowi, maka seluruh kekuatan TNI ada di belakang Jokowi.
Benar tidaknya pernyataan Tjipta Lesmana itu akan dibuktikan oleh waktu. Jika hal itu pun benar-benar terjadi, Jokowi telah siap, PDIP telah siap dan Moeldoko juga telah siap. Masyarakat tentunya juga tidak terlalu keberatan jika Kalla mengundurkan diri. Toh bukan Jokowi yang mundur. Kalla berhasil menjadi wakil presiden karena sosok Jokowi sebelumnya. Tanpa Jokowi, Kalla tidak pernah berhasil menjadi wapres kedua kali. Namun tanpa Kalla, Jokowi masih bisa menjadi Presiden Republik Indonesia. Akankah Kalla benar-benar mengancam Jokowi? Mari kita tunggu kekrisuhan politik selanjutnya.
Sumber Ilustrasi: kompas.com
Labels:
Nusantara
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment